Sabtu, 20 November 2010

Sebuah “negeri” di atas awan. (part 1)


Bismillahhirrahmannirrahim.

            Kenal dengan lagu Sebuah Negeri Di Atas Awan? Tentunya bagi pembaca yang sudah cukup berumur tahu lagu ini, salah satu yang dilantunkan oleh pentolan Kla Project, yang juga merupakan kakak seorang salah satu pentolan The Dance Company, Nugie dan istri dari seorang artis veteran Ira Wibowo, yang mempunyai adik yang juga seorang artis bernama Ari Wibowo, yang tidak mirip dengan Indra Birowo apalagi dengan teman sekelas saya yang bernama Prabowo yang seorang Cowo. Ya dia adalah Katon Bagaskara yang melantunkan lagu Dinda yang sedikit mirip dengan nama man. . . .

            Tapi itu tidak penting, karena negeri ini memang ada. Sebuah negeri atau lebih tepatnya kota yang terletak di pegunungan Andes, sekitar 80 km barat daya dari kota Cuzco, Peru. Kota ini merupakan reruntuhan peninggalan bangsa Inca yang musnah, akibat keserakahan bangsa Spanyol, yang mengatasnamakan 3G (Gold, Glory, Gospel) dan dipimpin oleh Fransisco Pizzaro. Akan tetapi hal yang lebih menarik dari kota ini berhasil menyembunyikan diri dari takdir dihancurkan oleh bangsa Spanyol, dikarenakan kota ini terletak di ketinggian 8.040 kaki (2.040 m) diatas permukaan laut. Nama kota ini adalah Machu Picchu.


            Pertama kali dibangun sekitar tahun 1400-an, akan tetapi ditinggalkan oleh para pemimpin Inca dikarenakan penyerangan Bangsa Spanyol ke kerajaan Inca pada waktu itu. Setelah bangsa Inca musnah kota (reruntuhan) ini benar – benar terisolasi dari dunia luar meskipun dikenal secara lokal. Sampai pada tahun 1911, seorang arkeolog muda asal Amerika, Hiram Bingham, menemukan reruntuhan yang menakjubkan ini secara tidak sengaja.

            Kota ini memiliki arsitektur bangunan khas Inca, yang “sederhana” akan tetapi pada proses pengerjaannya tentunya akan membutuhkan ilmu arsitektur tingkat tinggi dan fisika yang diluar akal sehat, karena bahan yang digunakan disini merupakan bongkahan –  bongkahan batu yang telah dipotong dengan sangat halus dan rapi. Terlebih lagi jika dilihat secara kasat mata tentunya memiliki berat, yang memang sangat tidak mungkin bisa diangkat begitu saja. Tidak sekadar terpotong dengan rapi tapi pada saat disusun menjadi bangunan pun batu – batu itu tersusun dengan rapi, sehingga terlihat rapat dan presisi. Ujung – ujung batu yang tidak beraturan dibentuk dengan seksama agar bisa menyatu satu dengan yang lainnya, dan akurasi pemasangannya sangat tinggi. Sehingga tidak berlebihan rasanya jika mengatakan mustahil untuk menyelipkan sepucuk jarum diantara bebatuan tersebut.
Wallahualam bisshawab. . . .

               Jurnal Hiram Bingham/National Geographic, edisi April 1913/Microsoft Encarta 2009
               Machu Picchu/Microsoft Encarta 2009
               Pesiar, Tabloid Pariwisata, edisi 1 Januari 2009




Tidak ada komentar:

Posting Komentar